Entri yang Diunggulkan

Cara Menyadap Whatsapp Pacar, Istri atau Suami, atau Anak

Get paid to share your links! Di era super canggih seperti ini sebagai pengguna smartphone pastilah mempunyai aplikasi chatting Whats...

Selasa, 05 Februari 2019

Tahap Tahap Pertumbuhan Ekonomi




MAKALAH
TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN EKONOMI
DOSEN  :

DR H DIDIT SUPRIYADI
,SE ,MM



Dibuat Oleh :
DICKY RAMADHAN 16120043

PROGRAM MAKUL PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI STIE PERTIWI
S1 MANAJEMEN

Jl. NIAGA RAYA KAV. AA3, RUKO CBD JABABEKA BLOK G/6-7
CIKARANG UTARA,BEKASI,JAWA BARAT



KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat limpahan rahmat dan nikmat kesempatan sehingga kita bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dengan judul yang kami bahas pada makalah kali ini mengenai “Tahap Tahap Pertumbuhan Ekonomi”.
Dalam pembuatan makalah ini tidak jauh dari dukungan berbagai pihak, baik dari teman - teman, keluarga, maupun dosen yang dengan setia memberi masukan yang sangat berharga bagi terciptanya makalah ini.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena sebagai manusia biasa kita tidak lepas dari kesalahan, maka dari itu kami mohon dukungan dari berbagai pihak demi kebaikan kedepannya.
Demikianlah makalah ini kami buat, atas perhatian dan kesempatannya untuk membaca kami ucapkan terima kasih.




Bekasi, 20 Oktober 2018

















DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I.......................................................................................................................................
PENDAHULUAN...................................................................................................................
1.1.Latar Belakang...................................................................................................................
1.2.Rumusan Masalah..............................................................................................................
BAB II.....................................................................................................................................
PEMBAHASAN.....................................................................................................................
2.1.FRIEDRICH LIST (1844).................................................................................................
2.1.1 Mengembara....................................................................................................................
2.1.2 Beternak..........................................................................................................................
2.1.3 Bertani.............................................................................................................................
2.1.4 Pertanian dan Industri Rumah Tangga............................................................................
2.1.5 Pertanian, Industri Manufaktur dan Perdagangan...........................................................
2.2 BRUNO HILDEBRAND (1864).......................................................................................
2.2.1 Perekonomian Pasar........................................................................................................
2.2.2 Perekonomian Uang........................................................................................................
2.2.3 Perekonomian Kredit......................................................................................................
2.3. W.W ROSTOW................................................................................................................
2.3.1 Masyarakat Tradisional...................................................................................................
2.3.2 Prakondisi untuk Take-off..............................................................................................
2.3.3 Periode Take-off.............................................................................................................
2.3.4 Periode Menuju Kematangan (Drive to Maturity)..........................................................
2.3.5 Periode Konsumsi Tinggi dan Besar-besaran.................................................................
2.3.6 Beberapa Kritik terhadap Teori Rostow.........................................................................
2.4 TEORI LEWIS..................................................................................................................
2.5 RANIS-FEI........................................................................................................................
2.5.1 KRITIK TERHADAP TEORI LEWIS DAN RANIS-FEI....................................................
BAB III....................................................................................................................................
PENUTUP...............................................................................................................................
3.1.Kesimpulan.........................................................................................................................
3.2.Saran...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................






























BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
            Sebelum membahas tentang pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu kita akan bahas beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan beberapa ahli. Pada abad-19 banyak ahli ekonomi yang menganalisis dan membahas, serta mengemukakan teori-teori tentang tingkat-tingkat pertumbuhan ekonomi. Antara lain Retrich List, Brunohilder Brand, dan Walt Whitman Rostow.
            Retrich List adalah penganut paham laisser-vaire dan berpendapat bahwa sistim ini dapat menjamin alokasi sumber-sumber secara optimal tetapi proteksi terhadap industri-industri tetap diperlukan.
            Brunohilder Brand adalah pengkritik Retrich List, mereka mengatakan bahwa perkembangan masyarakat atau ekonomi bukan karena sifat-sifat produksi atau konsumsinya, tetapi lebih ditekankan pada metode distribusi yang digunakan.
            Walt Whitman Rostow dalam bukunya : De Stages of Economic Growth mengemukakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan dalam 5 tahap dan setiap negara di dunia dapat digolongkan ke dalam salah satu tahap dari 5 tahap pertumbuhan ekonomi tersebut.      

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa saja teori pertumbuhan ekonomi dari 5 ahli?











BAB II
PEMBAHASAN
2.1.FRIEDRICH LIST (1844)
Friedrich List sebenarnya adalah seorang penganut paham Laissez faire yang berpendapat bahwa sistem atau paham ini dapat menjamin alokasi sumber daya yang optimal. Dengan kata-kata lain perkembangan ekonomi hanya terjadi apabila dalam masyarakat terdapat kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perorangan.
Tetapi ia menghendaki adanya proteksi pemerintah bagi industri-industri yang masih lemah. Suatu hal yang dapat dimengerti karena dia menghendaki berkembangnya industri di Jerman yang pada waktu itu masih jauh tertinggal dibandingkan dengan di Inggris.Dengan demikian menurut Friedrich List perkembangan ekonomi yang sebenarnya tergantung kepada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Friedrich List meneliti tahap-tahap pertumbuhan ekonomi dari segi perkembangan teknik produksi atau perilaku masyarakat dalam berproduksi. Tahap-tahap tersebut adalah
(1)       Mengembara
(2)       Beternak
(3)       Pertanian
(4)       Pertanian dan industri rumah tangga (manufaktur)
(5)       Pertanian, industri manufaktur dan perdagangan
Dalam masyarakat yang berada pada  tahap kelima tingkat kemajuan teknik produksi tersebut saling tumpang tindih (overlapping), sehingga sulit menentukan batas diantara tahap-tahap tersebut secara tegas.
2.1.1 Mengembara
Ini adalah bentuk kegiatan manusia yang paling awal (primitif) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (berproduksi).Produk yang dibutuhkan oleh masyarakat pada tahap ini adalah bahan makanan, yang jelas merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar bagi suatu kehidupan. Bahan pangan ini dapat dibagi dua, yaitu:
(i)     yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan 
(ii)   yang berasal dari hewan.
2.1.2 Beternak
Dalam perkembangan selanjutnya hewan yang mereka pelihara semakin banyak, baik karena berkembang biak maupun karena hasil tangkapan baru. Pengalaman dan kebiasaan ini secara perlahan pada akhirnya menumbuhkan usaha peternakan.
2.1.3 Bertani
Seiring dengan berjalannya waktu jumlah penduduk kian meningkat dan oleh karena itu kebutuhannya, khususnya kebutuhan akan bahan pangan juga meningkat, sehingga diperlukan jumlah bahan pangan yang semakin banyak pula. Dengan demikian jumlah bahan pangan di suatu lokasi menjadi semakin cepat habis, dibandingkan dengan periode sebelumnya.Hal ini berarti bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangannya masyarakat tersebut memerlukan route pengembaraan yang semakin jauh dan dengan frekuensi yang semakin besar. Hal ini sudah jelas memerlukan tenaga dan energi yang semakin besar pula, sementara daya tahan tubuh masyarakat pada waktu itu belum berkembang dengan memadai terutama karena pengetahuan tentang kesehatan dapat dikatakan sama sekali tidak ada. Oleh karena itu pola hidup mengembara menemukan titik jenuhnya dan masyarakat tradisional tersebut terdorong untuk memikirkan cara produksi alternatif. Maka lama-kelamaan mulai dikenal kehidupan bercocok tanam (bertani) tradisional.Oleh karena pertanian dalam arti luas meliputi pula usaha peternakan, maka tahap ketiga ini disebut pertanian.
2.1.4 Pertanian dan Industri Rumah Tangga
Seiring dengan perjalanan waktu sektor pertanian berkembang dari pola perladangan berpindah-pindah kepada pertanian menetap dengan teknik produksi yang semakin maju. Perkembangan ini terutama sebagai hasil dari dinamika interaksi antara demand dan supplybarang kebutuhan pokok khususnya pangan. Dari sisi demand kebutuhan terhadap pangan terus meningkat terutama karena peningkatan jumlah penduduk. Dari sisi supply lahan pertanian adalah tetap, kalaupun meningkat maka peningkatannya akan relatif kecil khususnya dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk. Maka satu-satunya peluang penting untuk menyeimbangkan demand dan supply produk pertanian ini adalah dengan memperbaiki teknologi pertanian sehingga menghemat pemakaian lahan.
Dengan demikian, lama kelamaan berkembanglah apa yang disebut dengan industri rumah tangga (home industry). Produk-produk yang dihasilkan antara lain:
(a)         Barang anyaman seperti tikar, kain, renda, topi dan jala,
(b)        Barang keramik/ tembikar seperti periuk, piring, cawan, piring, panci, gelar dan tempayan,
(c)         Berbagai barang ukiran/ hiasan,
(d)        Peralatan pertanian dan/atau transportasi seperti: kapak, cangkul, pisau, parang, pedang, bajak, gerobak, bendi dan pedati.
Pada tahap-tahap awal dari perkembangannya industri rumah tangga ini adalah bersifat sambilan, berskala keci dan banyak menggunakan tenaga manusia.Sementara itu produksinya juga hanya untuk keperluan lokal atau daerah di sekitar produk itu dibuat. Perkembangan industri rumah tangga ini pada akhirnya juga mendorong kemajuan di sektor pertanian yaitu melalui perbaikan teknik produksi,
2.1.5 Pertanian, Industri Manufaktur dan Perdagangan
Dalam jangka panjang, secara alamiah masyarakat ternyata belajar dari pengalamannya, sehingga teknologi produksi, baik di sektor pertanian, maupun di sektor rumah tangga, dari waktu ke waktu terus diperbaiki. Jumlah produk yang dihasilkan semakin banyak, semakin beragam dan semakin canggih dan dengan cara yang semakin efisien. Laju pertumbuhan teknologi ini semakin dipacu dengan dikenalkannya sistem persaingan yang mendorong berkembangnya spesialisasi baik antar pekerja maupun antar negara.Perkembangan spesialisasi memperbesar tingkat interpendensi antar pekerja dan antar negara dan oleh karena itu mendorong pertumbuhan sektor perdagangan.Sebaliknya sektor perdagangan kembali merangsang perkembangan unit-unit produksi dan konsumsi yang ada di dalam masyarakat baik dalam sektor pertanian maupun dalam sektor manufaktur.
Siklus ini terus berlangsung sehingga skala produksi, perdagangan dan konsumsi kian meningkat yang sekaligus mengantar masyarakat tersebut kepada fase III dalam perekonomian yang bercirikan: pertanian maju, industri skala besar dan perdagangan.

2.2 BRUNO HILDEBRAND (1864)
Bruno Hildebrand mengkritik Friedrich List dan berdasarkan pengalaman Inggris dia mengatakan bahwa perkembangan masyarakat atau ekonomi bukan karena sifat-sifat produksi atau konsumsi, tetapi karena perubahan-perubahan dalam metoda distribusi yang digunakan.Dia menganalisis proses pertumbuhan ekonomi dari segi evolusi alat-alat tukar, yaitu:
(1)      Perekonomian barter
(2)      Perekonomian uang, dan
(3)      Kredit
2.2.1    Perekonomian Pasar
Perekonomian barter (ditukarkan dengan barang), adalah bentuk perekonomian pertukaran yang paling awal. Meskipun demikian dalam perekonomian modern dewasa ini masih dijumpai barter tetapi terwujudnya sudah lebih maju sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam perekonomian barter, khususnya barter yang tradisional barang-barang (atau jasa-jasa) dipertukarkan secara langsung oleh kedua fihak.
Dibandingkan dengan periode sebelumnya, jelas perekonomian barter ini lebih maju karena pada peridoe sebelumnya seseorang, suatu keluarga atau kelompok masyarakat hanya dapat mengkonsumsi produk-produk yang mereka produksi sendiri. Dalam perekonomian barter disamping produk sendiri seseorang dapat pula mengkonsumsi produk-produk lain yang tidak dapat mereka produksi, yaitu melalui kegiatan pertukaran dengan produsen lain tersebut.
Salah satu keterbatasan ssitem barter adalah bahwa perdagangan diantara kedua belah pihak hanya mungkin terjadi apabila keduanya saling membutuhkan barang yang dipertukarkan tersebut. Hal ini mengakibatkan jumlah dan ragam produk yang dipertukarkan menjadi sangat terbatas, sementara waktu dan biaya yang diperlukan untuk kegiatan pertukaran tersebut relatif besar.
2.2.2 Perekonomian Uang
Dalam perekonomian ini, pertukaran dilakukan dengan menggunakan suatu media yang disbut uang. Namun demikian kegunaan uang lama-kelamaan juga mengalami perkembangan sehingga tidak hanya lagi sekedar alat tukar. Dalam kepustakaan teori ekonomi moneter dikenal 4 kegunaan uang berikut, dua yang pertama diantaranya sangat mendasar sedang dua lainnya merupakan tambahan, yaitu:
(a) alat tukar,
(b) alat penyimpan nilai/ daya beli,
(c) Satuan hitung,
(d) Ukuran pembayaran masa depan (hutang piutang)
Berkaitan dengan itu dan karena tuntutan kemajuan ekonomi secara makro, pengertian uang dari waktu ke waktu juga mengalami kemajuan yang berarti.Hal ini diindikasikan dengan berkembangnya instrumen-instrumen keuangan (financial instrument). Sebagai ilustrasi berikut ini dikemukakan beberapa pengertian uang beredar (M) dalam masyarakat, mulai dari yang paling sederhana (sempit) sampai kepada yang paling luas.
(1)   Currency (uang tunai) yang ada di tangan umum (di luar lembaga-lembaga keuangan dan kas negara). Currency (C) ini disebut juga uang kartal dan terdiri dari uang logam dan uang kertas.
(2)   Narrow money (uang dalam arti sempit, disingkat M1) meliputi C dan uang giral atau demand deposit (DD) masyarakat yang ada di bank.
Oleh karena itu dalam perkembangannya kita melihat bahwa mula-mula yang dijadikan uang oleh masyarakat adalah barang-barang yang pada umumnya disukai banyak orang atau anggota masyarakat.Beberapa sifat barang yang umumnya disenangi oleh masyarakat adalah indah, mudah dibawa dan disimpan praktis dan menarik. Kemudian syarat lain yang penting adalah bahwa uang tersebut harus mudah dibawa dan disimpan, dan harus tahan lama. Berdasarkan kriteria tersebut kiranya dapat dipahami kenapa dalam jangka waktu relatif lama kita mengenal uang logam yang umumnya terdiri dari emas/perak berfungsi sebagai alat tukar.
Dibandingkan dengan perekonomian barter sederhana jelas perekonomian uang ini jauh lebih efisien karena disini orang tak perlu susah payah membuang energi dan waktu untuk menukar produk yang dia miliki dengan produk lain yang dia inginkan.
Perkembangan uang sebagai alat tukar, yang demikian berarti perkembangan perekonomian uang, jelas mempengaruhi perekonomian secara makro sehingga membentuk suatu lingkungan ekonomi yang sangat jauh berbeda dari lingkungan perekonomian barter. Salah satu dampak penting dari meluasnya penggunaan uang adalah pesatnya perkembangan lembaga-lembaga keuangan khususnya perbankan.Sebaliknya perkembangan lembaga-lembaga keuangan juga memacu perkembangan uang sebagai alat tukar seperti berbagai macam bentuk uang seperti yang disebutkan di atas.Dengan demikian antara uang dan bank terdapat suatu symbiosis yang akhirnya melahirkan suatu bentuk atau sistem pertukaran yang lebih canggih yaitu kredit.Perkembangan ini selanjutnya menurut persepsi Bruno Hildebrand mengarah kepada tahap ketiga yaitu, perekonomian kredit.
2.2.3    Perekonomian Kredit
Dalam setiap transaksi selalu dijumpai tiga fenomena berikut:
(a) Negosiasi,
(b)Penyerahan barang dan jasa yang ditransaksikan, dan
(c) Pembayaran (dalam perekonomian uang lazim dengan menggunakan satuan mata uang tersebut). Apabila antara penyerahan barang/jasa dengan pembayaran terdapat perbedaan waktu yang cukup berarti (sesuai dengan perjanjian kedua pihak yang terlibat dalam perdagangan tersebut), maka proses pertukaran itu dikatakan berlangsung secara kredit. Bila proses pertukaran semacam ini sudah umum terjadi dalam suatu pertukaran, maka perekonomian itu dapat disebut “perekonomian kredit”.
Dalam setiap transaksi selalu diperlukan sejumlah uang yang dalam kenyataan jumlahnya selalu terbatas.Sementara itu kebutuhan manusia tidak terbatas yang berimplikasi kepada tidak terbatas pula kebutuhan terhadap uang.Dengan kata-kata lain uang merupakan kendala dalam memaksimumkan kegiatan transaksi. Dalam hubungan ini, maka kredit jelas merupakan suatu terobosan dalam mengatasi kelangkaan persediaan uang untuk transaksi. Pengenalan kredit akan memperlancar kegiatan transaksi, yang selanjutnya mendorong perkembangan produksi dan konsumsi yang dengan demikian berarti bagi pertumbuhan ekonomi.
2.3 W.W ROSTOW
Teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi Rostow dapat dikatakan sebagai reaksi terhadap teori komunis Marx. Hal ini terlihat dari karya utama Rostow yang berjudul: The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto.[7]Seperti analisis Marx, model pertumbuhan ini ternyata jauh lebih berpengaruh kepada para politisi daripada kepada para teoritisi ekonomi atau sejarawan profesional.
Rostow yang beradal dari TexasUniversity mengajukan lima tahap pertumbuhan ekonomi, yaitu:
(1) Masyarakat Tradisional
(2) Prakondisi untuk Take-off
(3) Periode Take-off
(4) Dorongan menuju kematangan (Drive to Maturity)
(5) Konsumsi tinggi dan besar-besaran (High-mass consumption)
Dari kelima tahap tersebut, Take off (lepas landas) merupakan tahap kunci yang didorong oleh satu atau lebih leading growth sector.
2.3.1    Masyarakat Tradisional
Tahap ini adalah tahap paling awal dari pertumbuhan ekonomi, yang menurut  Rostow mempunyai karakteristik sebagai berikut:
(a)         Kebiasaan-kebiasaan lama menentukan organisasi dan metoda produksi.
(b)        Dampak sains teknologi terhadap kegiatan ekonomi relatif kecil.
(c)         Masyarakat merasa tidak memerlukan perubahan.
Ketiga karakteristik utama ini satu sama lain saling berkaitan sehingga yang satu sering merupakan akibat bagi yang lain.
      Organisasi dan Metode Produksi
Pada tahap ini organisasi dan metoda produksi banyak ditentukan oleh kebiasaan lama, misalnya cara hidup yang sangat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang tidak rasional dan hanya didasarkan kepada kebiasaan-kebiasaan sebelumnya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan pandangan bahwa banyak anak, banyak rezeki. Pandangan hidup ini menyebabkan suatu rumah tangga tidak perlu merasa khawatir untuk beranak banyak, sehingga jumlah anak yang mereka miliki relatif banyak dan melampaui kemampuan mereka untuk memelihara dan mendidiknya.Akibatnya tingkat kesehatan (baik tingkat kesehatan anak maupun tingkat kesehatan anak) dan pendidikan masyarakat tradisional ini relatif rendah yang selanjutnya menghasilkan tenaga kerja yang berproduktivitas rendah pula.Disamping rendahnya produktivitas jumlah anak yang banyak ini juga memperbesar rasio ketergantungan (dependency ratio).Rendahnya tingkat produktivitas serta tingginya rasio ketergantungan ini menyebabkan rendahnya pendapatan.Kemudian jumlah anak yang banyak ini menyerap sebagian besar pendapatan yang rendah tersebut terutama untuk memenuhi barang-barang kebutuhan pokok yang bersifat konsumtif. Bahkan itupun sering tidak mencukupi (dissaving) sehingga peluang untuk investasi menjadi sangat terbatas, kalau tidak dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Pola hidup yang semacam inilah yang sering menyebabkan masyarakat tradisional ini terjebak di dalam lingkaran setan kemiskinan (Visicious Circle).


Rasionalitas merupakan salah satu prinsip dari ilmu ekonomi,  oleh karena itu masyarakat yang tidak rasional memang sukar untuk berpikir ekonomis, yaitu berpikir efisien dan mengarah kepada kemajuan (pertumbuhan ekonomi). Mereka cenderung hidup boros, tidak efisien serta tidak mempunyai tradisi menabung yang kuat.
Sains dan Teknologi
Sikap rasional berkorelasi positif dengan kemajuan sains dan teknologi. Semakin rasional masyarakat semakin cepat kemajuan sains dan teknologi di dalam masyarakat tersebut, sebaliknya semakin tidak rasional masyarakat, semakin sulit sains dan teknologi berkembang di dalam masyarakat tersebut. Jadi rasionalitas merupakan tanah tempat tumbuh tanaman sains dan teknologi. Masyarakat yang memiliki sifat-sifat yang rasional merupakan ladang yang subur bagi tanaman sains dan teknologi.
Rendahnya tingkat penguasaan sains dan teknologi juga menyebabkan struktur perekonomian tetap agraris, karena sektor pertanian tradisional ini belum menuntut teknologi yang begitu tinggi. Sekitar 75 persen dari penduduk yang bekerja melakukan pekerjaan di sektor pertanian dengan sebagian besar pendapatan mereka berasal dari sektor ini.
Masyarakat Merasa Tidak Memerlukan Perubahan
Masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat yang statis, karena mereka merasa tidak memerlukan perubahan.Sehubungan dengan itu masyarakat ini ditandai pula oleh relatif lambannya mobilitas sosial, dalam arti kedudukan seseorang dalam masyarakat tidak banyak berbeda dengan kedudukan orang tuanya. Jadi, misalnya bagi anak seorang buruh tani kecil sekali kemungkinannya untuk menjadi tuan tanah.
Struktur masyarakat tradisional cenderung bersifat hierarkis (bertingkat), dimana hubungan darah dan keluarga memainkan peranan yang menentukan.Kekuasaan politik terpusat di daerah, ditangan bangsawan pemilik tanah yang didukung oleh sekelompok serdadu dan pegawai negeri. Bahkan di negara dengan sistem pemerintahan sentralisasipun di daerah-daerah juga terdapat pusat kekuasaan politik sehingga para tuan tanah di daerah, misalnya, dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah pusat.
2.3.2    Prakondisi untuk Take-off
Tahap kedua adalah tahap transisi dari tradisional ke take-off.  Pada tahap ini prasyarat-prasyarat untuk take-off dibangun atau atau tercipta. Di negara-negara Eropa Barat prasyarat-prasyarat ini diciptakan secara perlahan-lahan, yaitu sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI, yaitu pada waktu abad pertengahan berakhir dan abad modern dimulai.
Dari segi prasyarat yang harus dipenuhi untuk masuk ke tahap ini Rostow membedakan dua kategori negara berdasarkan sistem masyarakatnya:

a.       Negara yang harus merombak sistem masyarakatnya yang tradisional. Tipe ini dialami oleh kebanyakan negara-negara Asia, Timur Tengah dan Afrika
b.      Negara-negara yang tidak perlu merombak sistem masyarakatnya, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Negara-negara ini tidak perlu merombak sistem masyarakatnya, karena sebagian besar penduduk negara-negara ini berasal dari Eropa Barat yang sudah lebih dulu berkembang, dan oleh karena itu sudah memiliki sifat-sifat yang diperlukan untuk berada pada tahap “Prakondisi untuk Take off”. Perhatikan bahwa negara-negara ini adalah bekas jajahan Inggris dan hingga kini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya.
Adapun karakteristik masyarakat atau negara yang berada pada tahap ini antara lain adalah sebagai berikut:
(a)      Sikap mental tradisional masyarakat secara perlahan-lahan mulai berkurang
(b)     Saving dan investasi meningkat secara teratur dan mendasar serta melampaui laju pertumbuhan penduduk
(c)      Introduksi teknologi maju
(d)     Munculnya pahma nasional sebagai reaksi terhadap internvensi dan dominasi asing
Keempat karakteristik ini satu sama lain saling berkaitan, namun untuk lebih jelaskannya akan dibahas satu persatu.
            Berkurangnya Sikap Mental Tradisional
Pada tahap ini sikap mental tradisional secara perlahan-lahan mulai berkurang. Proses ini biasanya diawlai dengan munculnya kelompok elit baru yang mempunyai gagasan bahwa modernisasi ekonomi adalah sesuatu yang mungkin dan bahkan sangat didambakan. Kemajuan ekonomi merupakan syarat penting untuk mencapai tujuan lain yang dianggap terbaik, misalnya kebanggaan nasional, keuntungan pribadi, kesejahteraan umum, atau kehidupan yang lebih baik bagi anak cucu. Kelompok elit baru ini mau bekerja keras, meningkatkan tabungan dan mengambil resiko dalam mengejar keuntungan modernisasi.
Sebagian anggota masyarakat sudah mulai berpikir rasional menyusul semakin meluasnya pendidikan, sekurang-kurangnya bagi beberapa orang tertentu. Perkembangan sektor pendidikan ini adalah untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam kehidupan modern.
            Peningkatan Saving dan Investasi
Pada periode ini bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan bermunculan seiring dengan meningkatnya saving dan investasi secara teratur dan mendasar hingga melampaui laju pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan sektor perbankan/ lembaga keuangan, saving, investasi dan pendapatan masyarakat saling menunjang. Perkembangan sektor perbankan/ lembaga keuangan, memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk menabung dan memperoleh dana yang diperlukan untuk invetasi sehingga memacu peningkatan saving, investasi dan pendapatan masyarakat..
Rostow menyarankan supaya investasi pemerintah diarahkan kepada perluasan Social overhead capital (prasarana produksi) terutama untuk membangun jaringan transportasi. Pengembangan jaringan transportasi ini sangat besar peranannya dalam memperluas pasar, menggarap sumber daya alam secara lebih produktif, dan untuk memungkinkan negara memerintah secara lebih efektif. Kebijaksanaan ini juga membantu terwujudnya stabilitas politik dan integrasi nasional, yang merupakan prasyarat pula bagi pertumbuhan ekonomi selanjutnya.
            Pengenalan Teknologi Maju
Berkurangnya sikap mental tradisional, kemudian dalam bidang pendidikan serta peningkatan saving dan investasi merangsang berkembangnya usaha-usaha untuk memperbaiki serta memperkembangkan lebih lanjut alat-alat dan metode produksi. Penyebaran teknologi maju ini diiringi oleh berbagai rupa kegiatan pelatihan atau training untuk menggunakannya. Akibatnya, bermunculanlah berbagai rupa lembaga-lembaga pendidikan nonformal/ kursus-kursus keterampilan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Adapun tujuannya adalah untuk mengenalkan teknologi baru kepada para pekerja melalui paket kegiatan pelatihan dan penataran. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan nonformal ini merupakan pelopor penyebaran teknologi maju ke dalam masyarakat.
            Berkembangnya Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan yang biasanya muncul sebagai reaksi terhadap intervensi dan dominasi asing, berfungsi sebagai kekuatan potensial dalam melahirkan masa transisi tersebut.
Di Jepang, misalnya bukan hasrat untuk mendapatkan keuntungan besar atau barang-barang pabrik baru yang mendorong diambilnya keputusan melakukan modernisasi, tetapi karena pengaruh Perang Candu di Cina pada awal 1940-an dan kehadiran 7 kapal perang komodor Perry sepuluh tahun kemudian.
Di Indonesia yang sejak awal abad XVII mulai dijajah oleh Belanda, pada abad ke XIX mulai muncul berbagai gerakan kebangsaan untuk menentang kekuasaan Belanda. Pada awal abad XX gerakan kemerdekaan tersebut semakin terorganisir dan terarah dan semakin intensif masa penjajahan Jepang (1942-1945) berakhir. Cita-cita perjuangan kemerdekaan itu kemudian dirumuskan sedemikian rupa dengan tujuan akhirnya adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
2.3.3    Periode Take-off
Menurut Rostow waktu yang diperlukan dalam periode ini berkisar antara 20 sampai dengan 30 tahun. Untuk take off suatu negara harus memenuhi tiga syarat (karakteristik) berikut.
(a)    Investasi Netto meningkat sekitar dua kali lipa hingga menjadi di atas 10 persen dari GNP atau pendapatan nasional
(b)   Berkembangnya satu atau beberapa sektor (industri) manufaktur penting dengan laju pertumbuhan yang tinggi
(c)    Hadirnya secara cepat suatu kerangka politik, sosial dan organisasi yang menampung hasrat ekspansi di sektor modern dan menumbuhkan daya dorong kepada pertumbuhan
Ketiga syarat tersebut satu sama lainnya saling berkaitan dan selanjutnya akan dibahas satu per satu.
            Tingkat Investasi Netto melebihi 10 persen dari GNP
Untuk take off suatu perekonomian memerlukan tingkat investasi yang relatif tinggi yaitu minimal 10,5 persen dari pendapatan bersih nasional (Net National Income =  NNI). Laju pertumbuhan investasi yang tinggi ini memungkinkan laju pertumbuhan pendapatan nasional melampaui laju pertumbuhan penduduk sehingga pendapatan per kapita masyarakat akan meningkat.
(1) Investasi yang Investasi yang diperlukan untuk mempertahankan  Pendapatan Per-kapita
      Bila pendapatan per kapita hendak dipertahankan, maka NNI negara tersebut harus meningkat secepat laju pertumbuhan penduduk, yang berarti  y = n.
(2)    Investasi yang diperlukan untuk meningkatkan Pendapatan Per-kapita
Bila tingkat kemakmuran hendak ditingkatkan, maka laju pertumbuhan ekonomi harus melampaui laju pertumbuhan jumlah penduduk (y > n), seingga investasi yang diperlukan lebih besar lagi.
Laju pertumbuhan investasi yang relatif tinggi itu antara lain dapat dicapai dengan seperangkat langkah-langkah berikut:
Pertama, menginvestasikan kembali secara terus menerus keuntungan yang didapat oleh unit-unit usaha atau sektor-sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan yang pesat.
Kedua, meningkatkan tabungan masyarakat melalui pengembangan sistem keuangan, moneter dan perbankan.
Ketiga, merangsang berkembangnya inovasi.
            Perkembangan Sektor-sektor Penting
Syarat take off yang kedua adalah perkembangan salah satu atau beberapa sektor penting (leading sectors) di dalam perekonomian. Rostow menganggap perkembangan sektor penting itu sebagai tulang punggung analitis dari tahap pertumbuhan ekonomi tersebut. Pada era take off  Rostow membagi suatu perekonomian menjadi 3 sektor, yaitu:
Pertama, sektor pertumbuhan utama (leading growth sector) yaitu kegiatan perekonomian yang menciptakan pertumbuhan yang pesat dan dapat berekspansi ke berbagai sektor lain dalam perekonomian itu. Pertumbuhan yang pesat ini dimungkinkan oleh adanya inovasi.Leading growth sector ini di berbagai negara berbeda-beda. Di Inggris, misalnya tekstil, katun, sementara di Amerika Serikat, Perancis, Rusia, Jerman dan Kanada adalah jaringan jalan kereta api. Di Swedia industri perkayuan dan di Jepang industri sutra. Di Indonesia minyak dan gas bumi.
Kedua, sektor pertumbuhan suplementer (supplementary growth sector), yaitu sektor yang berkembang pesat sebagai akibat langsung dari pertumbuhan sektor primer. Misalnya pembangunan sistem perkereta-apian (sektor primer) merangsang perluasan industri di bidang besi, batu bara dan baja. Dalam kasus ini industri besi, batu bara dan baja adalah sektor suplementer.
Ketiga, sektor pertumbuhan turunan atau terkait (derivativegrowth sector), yaitu sektor yang berkembang seirama dengan kenaikan pendapatan, penduduk dan produksi sektor industri atau beberapa variabel lain yang secara keseluruhan meningkat agak cepat. Misalnya industri makanan dan perumahan yang erat kaitannya dengan penduduk.
Menurut Rostow, laju pertumbuhan leading sector ini tergantung kepada 4 dasar.
Pertama, harus ada pengenalan fungsi produksi baru dan perluasan kapasitas di sektor-sektor tersebut.
Ketiga, harus ada keuntungan investasi dan modal lebih dulu yang memadai untuk take-off  pada sektor-sektor penting ini.
Keempat, sektor-sektor penting harus mendorong perluasan output di sektor lain melalui transformasi teknik.
Manfaat eksternal yang ditimbulkan oleh leading growth sector ini selanjutnya mendorong sisi permintaan pada sektor-sektor lainnya yang terkait dengan leadingsector ini. Akibatnya, terdapat kenaikan laju pertumbuhan output yang berkelanjutan (sustainable growth), yang oleh Rostow disebut self-sustaining. Sustainable Growth adalah suatu transisi permanen dari laju pertumbuhan yang rendah atau tidak ada pertumbuhan sama sekali kepada laju pertumbuhan yang sehat sebagaimana halnya di NM. Transisi permanen ini terjadi karena kekuatan-kekuatan yang berasal dari dalam negeri sendiri, yang terlihat dalam interaksi antara satu atau beberapa leading growth sectors dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian yang bersangkutan
            Kerangka Budaya yang Mendorong Ekspansi
Persyaratan take off yang terakhir adalah hadir atau munculnya kerangka budaya yang mendorong perluasan sektor modern. Syarat penting untuk itu adalah kemampuan perekonomian untuk meningkatkan tabungan dari pendapatan yang semakin meningkat.Hal ini diperlukan untuk meningkatkan permintaan efektif terhadap barang-barang manufaktur, dan kemampuan untuk menciptakan manfaat eksternal melalui ekspansi leading growth sector Menurut Rostow untuktake off suatu masyarakat memerlukan seperangkat prasyarat besar-besaran, sampai ke jantung ekonomi, politik dan tatanan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Dalam tahap ini, orang-orang yang ingin mempermodernkan perekonomian (kelompok elit) biasanya meraih kemajuan yang pesat dan nyata dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya dibandingkan dengan kelompok tradisional.Secara keseluruhan, kelompok elit ini mendorong masyarakat untuk menyebarluaskan rahasia teknologi modern ke luar sektor yang telah dipermodernkan selama masa take-off tersebut.[15]
            Proses Take-off
Semula, pada masa pra-take-off masyarakat mempunyai kurva saving yang mendatar dan kurva COR yang sangat curam.Kurva saving yang landai menandaikan bahwa orang yang hanya menyisihkan sebagian kecil dari pendapatannya untuk saving, sedangkan kurva COR yang curam menunjukkan angka COR yang sangat tinggi. COR yang tinggi mencerminkan keterbelakangan dan kurang efisiennya investasi. Pada periode waktu 0, begitu investasi netto 0I0 dilakukan investasi ini akan meningkatkan stok modal yang menjadi produktif dalam jangka waktu 1 dan menaikkan Y menjadi 0Y1. Kemudian pada tahap take-off, pada saat investasi 0I1 (=Y1T1) terjadi, ransangan terhadap pertumbuhan modal produktif tersebut lebih cepat lagi sehingga COR turun menjadi T1Y1/Y1Y2. Sebagai akiabtnya, pola investasi berubah dan kurva COR yaitu T1Y2menjadi lebih datar. Y naik menjadi 0Y2 yang selanjutnya menaikkan investasi menjadi0I2(=Y2T2). Dengan kenaikan ini berarti perekonomian telah take-off, dan jika pertumbuhan demikian berlanjut ia menjadi swadaya (self sustained).
Jadi take-off itu didahului oleh suatu rangsangan atau dorongan kuat, seperti misalnya perkembangan suatu sektor penting atau revolusi politik yang membawa perubahan mendasar dalam proses produksi, atau kenaikan proporsi investasi netto menjadi lebih dari 10,0 persen dari GNP yang melampaui laju pertumbuhan penduduk.
Perkiraan Rostow mengenai jangka waktu take-off yang dilalui oleh beberapa negara Revolusi Industri dan sekaligus merupakan awal berdirinya ilmu ekonomi. Seperti diketahui Inggris adalah negara tempat lahirnya revolusi industri dan sekaligus ilmu ekonomi. Pada periode tersebut di Inggris, disamping lahirnya ilmu ekonomi juga terdapat beberapa kemajuan yang sangat mendasar dalam bidang sains dan teknologi, misalnya ditemukannya mesin uap, kapal api, kereta api, mesin pintal benang serta beberapa kemajuan teknik produksi terutama dalam industri tekstil.
Pada saat di Inggris sedang terjadi revolusi industri (revolusi ekonomi), di Perancis berlangsung pula suatu revolusi sosial yang lebih dikenalkan dengan sebutan revolusi Prancis.Revolusi Perancis memberikan perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap sikap mental masyarakat serta institusi-institusi yang ada di negara itu.Seperti diketahui perubahan struktur dan tatanan masyarakat ini merupakan prasyarat atau prakondisi yang diperlukan dalam tahap take-off.
2.3.4 Periode Menuju Kematangan (Drive to Maturity)
Periode ini memerlukan waktu sekitar 40 atau 50 tahun. Karakteristik suatu perekonomian yang berada dalam periode ini adalah sebagai berikut:
(a)         Teknologi produksi sudah matang
(b)        Rentangan produksi semakin meluas
(c)         Struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan
(d)        Kepemimpinan dunia usaha mengalami perubahan
(e)         Adanya gejala kebosanan masyarakat terhadap kemajuan industrialisasi
Kelima karakteristik ini satu sama lain saling berkaitan dimana yang satu merupakan akibat dari yang lain.
            Kematangan Teknologi
Teknologi modern sudah mulai menyebar ke seluruh sisi perekonomian.Rostow memberikan tahun-tahun simbolik kematangan teknologi (technological maturity) pada beberapa negara
Dalam tahap ini leading sectorbaru mulai muncul menggantikan leading sector lamayang sudah mulai mundur. Leading sector pada tahap ini sifatnya ditentukan oleh:
(a) kemajuan teknologi,
(b) kekayaan alam,
(c)  sifat-sifat tahap tinggal landas yang berlaku, serta (
d) bentuk kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Rostow corak perubahan leading sector di beberapa negara maju sekarang ini pada tahap menuju kematangan, berbeda dengan tahap take off. Sebagai contoh di Inggris, pada tahap take off, leading sector adalah industri tekstil, kemudian pada tahap menuju kematangan digantikan oleh industri baja, kapal, batu bara serta alat-alat teknik berat. Di Amerika Serikat, Perancis dan Jerman pada tahap take-off leading sector adalah jaringan kereta api, kemudian pada tahap berikutnya digantikan oleh industri baja serta peralatan berat.
            Rentangan Produksi
Meskipun kemajuan teknologi menyebabkan munculnya leading sector baru menggantikan yang lama, leading sector lama pada umumnya masih tetap bertahan.Dengan demikian kemajuan teknologi tersebut sekaligus memperluas rentangan produksi.Produk yang dihasilkan,
dengan demikian menjadi semakin banyak dan beraneka ragam.Perkembangan yang semacam ini meningkatkan daya tahan perekonomian negara yang berada pada tahap menuju kematangan ini sehingga menjadi lebih mampu menahan segala gejolak yang tak terduga.
            Perubahan Struktur dan Keahlian Tenaga Kerja
Kemajuan teknologi menimbulkan perubahan yang berarti terhadap struktur ekonomi dan keahlian tenaga kerja. Peranan sektor industri meningkat, sementara peranan sektor pertanian berkurang. Tenaga kerja berubah menjadi terdidik. Kemajuan dalam bidang pendidikan ini selanjutnya menyebabkan upah nyata pekerja meningkat dan mereka mengorganisasikan diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi lebih mampu menahan segala gejolak yang tak terduga.
            Perubahan Struktur dan Keahlian Tenaga Kerja
Kemajuan teknologi menimbulkan perubahan yang berarti tehadap struktur ekonomi dan keahlian tenaga kerja. Peranan sektor industri meningkat, sementara peranan sektor pertanian berkurang. Tenaga kerja berubah menjadi terdidik. Kemajuan dalam bidang pendidikan ini selanjutnya menyebabkan upah nyata pekerja meningkat dan mereka mengorganisasikan diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi yang lebih besar.
            Manajemen Usaha
Kepemimpinan dalam dunia usaha (perusahaan) mengalami perubahan, dimana peranan manajer semakin penting dan terpisah-pisah dari pemilik (the owner).Perubahan ini mendorong lahirnya para manajer profesional yang mempunyai kedudukan yang semakin penting.Watak para pengusaha (manajer) berubah dari pekerja keras dan kasar menjadi manajer yang halus dan sopan.
            Kejenuhan Masyarakat
Adanya gejala kebosanan masyarakat terhadap kemajuan yang diciptakan oleh industrialisasi, dan mulai ada kritik-kritik terhadap industrialisasi tersebut. Ada kecenderungan bahwa masyarakat selalu menginginkan sesuatu yang lebih baru, mendorong terjadinya perubahan lebih lanjut.
2.3.5    Periode Konsumsi Tinggi dan Besar-besaran
            Merupakan kelanjutan dari periode menuju kematangan. Disebut konsumsi tinggi dan besar-besaran ((Highmass consumption) karena dalam periode ini terdapat perkembangan yang pesat dalam konsumsi masyarakat, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Karakteristiknya secara garis besar adalah sebagai berikut:
(a)      Pemenuhan produk-produk kebutuhan pokok bukan lagi merupakan problema utama.
(b)      Perhatian masyarakat lebih ditujukan kepada masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas, tidak lagi pada masalah produksi seperti pada peridoe sebelumnya. Dengan kata lain pada tahap ini keseimbangan perhatian masyarakat sudah beralih dari penawaran ke permintaan. Jumlah barang-barang konsumsi yang dibutuhkan oleh masyarakat (konsumen) sudah semakin banyak yang dapat dipenuhi. Konsumsi barang-barang konsumsi tahan lama, seperti mobil, kulkas dan peralatan rumah tangga lainnya menjadi semakin populer.
(c)      Adanya migrasi ke pinggiran kota
(d)     Suasana persaingan semakin tajam terutama dalam al: (i) memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri; (ii) menciptakan kemakmuran yang lebih merata bagi penduduk, misalnya melalui penerapan sistem pajak progresif, peningkatan jaminan sosial dan pengadaan fasilitas hiburan bagi para pekerja; dan (iii) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat.Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran barang-barang yang tahan lama (durable goods), ketiadaan pengangguran dan peningkatan kesadaran akan jaminan sosial membawa perekonomian kepada laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi.
Ada tiga kekuatan yang nampak cenderung meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam periode ini, yaitu: (i) Penerapan kebijaksanaan nasional untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh melampaui batas-batas nasional; (ii) Keinginan untuk menjadi suatu negara kesehateraan (welfare state) dengan pemerataan pendapatan nasional yang lebih adil melalui pajak progresif, peningkatan jaminan sosial dan fasilitas hiburan bagi para pekerja; serta (iii) Keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sektor-sektor penting seperti mobil, rumah murah dna berbagai peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik dan sebagainya.
Secara historis, Amerika Serikat adalah negara pertama (1920) yang mencapai tahap kelima ini, diikuti oleh Inggris (1930-an), Jepang dan Eropa Barat (1950-an).
2.3.6    Beberapa Kritik terhadap Teori Rostow
(a)      Rostow mengatakan bahwa periode take-off berkisar antara 20 s/d 30 tahun, yang diikuti oleh periode menuju kematangan selama 40 s/d 50 tahun. Orang sulit menunjukkan dengan tepat batas diantara kedua peridoe tersebut
(b)     Rostow menyusun karakteristik yang spesifik bagi masing-masing dari lima tahap (periode) yang dikemukakannya, yang disarankan untuk meningkat dari satu tahap ke tahap berikutnya. Tetapi Gerschenkron dan Hubakuk menunjukkan bahwa karakteristik yang diidentifikasikannya pada tahap-tahap tertentu juga ditemukan pada tahap-tahap lainnya.
(c)      Rostow terlalu cepat membuat generalisasi dari hasil-hasil observasi yang terbatas. Modelnya sangat cocok untuk Inggris, tetapi terbukti kurang bisa diaplikasikan di negara-negara lainnya. Gerschenkron menyarankan supaya setiap negara tidak mengikuti jalur pertumbuhan daapt terjadi pada setiap tahap dan berkembang dengan cara yang unik sesuai dengan sifat masyarakat yang bersangkutan.
(d)     Model Rostow juga dikritik tentang salah satu dari berapa hal yang spesifik Kuznets, dalam studi empirisnya tidak menemukan dukungan bagi pendapat Rostow, bahwa dalam peridoe take off investasi akan menjadi dua kali lipat, yaitu dari 5 % menjadi 10 % di atas GNP.

2.4 TEORI LEWIS
Lewis menganggap di negara berkembang terdapat kelebihan tenaga kerja tetapi kekurangan modal dan keluasan tanah yang belum digunakan sangat terbatas. Lewis tidak menyangkal bahwa beberapa negara berkembang seperti Afrika dan Amerika Latin terdapat masalah kekurangan tenaga kerja, akan tetapi di banyak negara berkembang lainnya seperti India, Mesir, Jamaika, dan negara kita sendiri terdapat penawaran tenaga kerja yang berlebih. Di negara seperti ini, jumlah penduduk tidak seimbang jika dibandingkan dengan modal dan sumber daya alam, dan sebagai akibat dari keadaan ini kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktivitasnya sangat kecil atau nol. Maka sebagian dari pekerja dalam kegiatan tersebut dipindahkan ke kegiatan lain, produksi dalam sektor yang pertama tidak akan menurun. Kelebihan tenaga kerja tersebut merupakan pengangguran terselubung.

Analisis Lewis mengenai proses pembangunan perekonomian yang menghadapi kelebihan tenaga kerja dapat dibedakan dalam tiga aspek:
1. Analisis mengenai proses corak proses pertumbuhan itu sendiri.
2. Analisis mengenai factor utama yang memungkinkan tingkat penanaman modal menjadi bertambah tinggi.
3. Analisis mengenai factor-faktor yang menyebabkan proses pembangunan tidak terjadi.
Teori pembangunan Lewis termasuk dalam teori perubahan struktural. Dalam model Lewis, perekonomian dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor tradisional “agraris” dan sektor modern “industri”, semua buruh bermula dari ektor agraris sehingga penggunaan buruh sangat tidak efisien atau dengan kata lain produktivitas tenaga kerjanya sangat rendah atau mendekati nol.
Sektor modern atau industri perkotaan ditandai oleh perpindahan tenaga kerja, yaitu tenaga kerja dari sektor subsisten berpindah secara perlahan. Titik perhatian utama model ini adalah proses perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan tingkat pengerjaan (employment) di sektor modern. Perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan di perkotaan tersebut menyebabkan pertumbuhan output di sektor modern. Kecepatan kedua hal di atas (perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan pengerjaan) tergantung pada tingkat akumulasi modal industri di sektor modern. Konsep teorinya membahas tentang pembangunan di negara-negara berkembang yang memiliki surplus tenaga-kerja. Dia melihat pentingnya keseimbangan antara bidang agraris dan industri. Buruh dari sektor agraris akhirnya akan berpindah ke sektor industri sepanjang upah di sektor industri itu lebih tinggi daripada tingkat subsistensi. Jika lebih sedikit buruh yg bekerja di sektor agraris, efisiensi dan produktivitas tidak akan menjadi masalah. Diasumsikan bahwa ketika industri mendapat untung, dia akan selalu menabung dan melakukan investasi. Kuncinya ialah bahwa investasi dan tabungan harus lebih besar daripada inflasi dan upah. Proses ini akan terus meningkatkan permintaan akan tenaga-kerja (bahwa tenaga-kerja harus terus surplus).
Walaupun model pembangunan dua sektor dari Lewis ini sederhana dan sesuai dengan pengalaman sejarah pertumbuhan ekonomi Eropa Barat model ini mempunyai asumsi-asumsi pokok yang sangat berbeda dengan kenyataan dari imigrasi dan keterbelakangan yang terjadi di Negara-negara berkembang.
Pertama, model ini secara implisit menganggap bahwa tingkat perpindahan tenaga kerja dan tingkat penciptaan kesempatan kerja di sektor perkotaan proporsional dengan tingkat akumulasi modal perkotaan. Makin cepat tingkat akumulasi modal, makin tinggi pula tingkat penciptaan lapangan kerja baru.
Kedua, asumsi bahwa surplus tenaga kerja terjadi di daerah pedesaan sedangkan di daerah perkotaan ada banyak kesempatan kerja. Hampir semua penelitian sekarang ini, menunjukkan keadaan yang sebaliknya terjadi di negara-negara berkembang yaitu banyak pengangguran terbuka terjadi di daerah perkotaan tetapi hanya ada sedikit surplus tenaga kerja di daerah pedesaan.
Ketiga, anggapan bahwa upah nyata di perkotaan akan selalu tetap sampai pada suatu titik dimana penawaran dari surplus tenaga kerja pedesaan habis. Salah satu gambaran yang menarik, dari pasar tenaga kerja perkotaan dan penentuan tingkat upah di hampir semua negara sedang berkembang adalah adanya kecenderungan bahwa tingkat upah untuk meningkat sepanjang waktu, baik dalam nilai absolutnya maupun jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata pedesaan, sekalipun ada tingkat kenaikan pengangguran terbuka.
Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa jika kita memperhitungkan bias hemat tenaga kerja dari hampir semua perubahan teknologi modern, tidak terjadinya surplus tenaga kerja pedesaan, berkembangnya surplus tenaga kerja di perkotaan, dan kecendurangan upah di perkotaan untuk meningkatkan cepat sekalipun terjadi pengangguran terbuka di perkotaan, maka model dua sektor dari Lewis ini hanya memberikan pedoman analisis dan kebijaksanaan yang terbatas dalam menyelesaikan masalah perpindahan penduduk dan kesempatan kerja di negara sedang berkembang.
Namun demikian, model ini masih memiliki beberapa nilai analitis yang menekankan pada dua elemen utama dari masalah pengerjaan, yaitu perbedaan structural dan ekonomi antara sektor pedesaan dan perkotaan serta arti penting proses perpindahan tenaga kerja.
Lewis mengatakan bahwa ciri utama dalam proses pembangunan ekonomi adalah berlakukanya kenaikan tabungan dan investasi disektor kapitalis. Pada awal proses pembangunan perekonomian akan menabung dan menambahkan modal sebesar 4-5% dari pendapatan nasionalnya. Proses pembangunan merombak kegiatan ekonomi masyarakat menjadi suatu perekonomian dimana tabungan sukarela mencapai kira-kira 12-15% dari pendapatan nasional atau lebih. Dari gambaran mengenai proses pembangunan yang dikemukakan, sumber dari berlakunya kenaikan tabungan dan penanaman modal adalah surplus yang bertambah besar.
Factor yang menimbulkan perubahan dalam proses pembangunan adalah:
1. Apabila pembentukan modal berlangsung lebih cepat dari pertambahan penduduk.
2. Bertambah besarnya sektor kapitalis, perbandingan perdagangan antara sektor tersebut dengan sektor subsisten menjadi bertambah buruk.
3. Kemajuan teknik mugkin timbul disektor subsisten dan menyebabkan kenaikan produktivitas serta kenaikan upah.

2.5 TEORI RANIS-FEI
John Fei dan Gustav Ranis dalam "A Theory of Economic Development" menelaah proses peralihan yang diharapkan akan dilewati suatu negara terbelakang untuk beranjak dari keadaan stagnasi ke arah pertumbuhan swadaya. Teori merupakan penyempurnaan dari teori Lewis mengenai persediaan buruh yang tidak terbatas. Walaupun jaraknya sama tetapi kedua teori tersebut menekankan analisis masing-masing kepada aspek yang berbeda. Lewis menekankan pada corak pertumbuhan disektor modern atau kapitalis, dan mengabaikan analisis mengenai perubahan-perubahan yang akan terjadi disektor pertanian. Analisis Ranis-Fei agak lebihg seimbang dan bahkan dapat dikatakan penekanan lebih banyak diberikan kepada perubahan-perubahan yang terjadi disektor pertanian. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa analis Ranis-Fei lebih mendalam daripada analisis Lewis.
Analisis Ranis-Fei juga menunjukkan pengaruh dari pertambahan penduduk terhadap proses pembangunan, pengaruh system pasar terhadap interaksi diantara sektor pertanian dan industri, dan jangka masa (life cycle) dari berlakunya proses pembangunan untuk mencapai taraf negara industri.
Teori Ranis-Fei menyatakan bahwa” Suatu negara yang kelebihan buruh dan perekonomiannya miskin sumberdaya, sebagian besar penduduk bergerak disektor pertanian di tengah pengangguran yang hebat dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.” Dalam kondisi tersebut, sektor ekonomi pertanian berhenti. Di sana terdapat sektor industri yang aktif dan dinamis. Pembangunan terdiri dari pengalokasian kembali surplus tenaga kerja pertanian yang sumbangannya terhadap output nol, ke industri dimana mereka menjadi produktif dengan upah yang sama.
Asumsi yang digunakan:
Ø Ekonomi dua-muka yang terbagi dalam sektor pertanian tradisional yang tidak berjalan dan sektor industri yang aktif.
Ø Output sektor pertanian adalah fungsi dari tanah dan buruh saja.
Ø Di sektor pertanian tidak ada akumulasi modal, kecuali reklamasi.
Ø penawaran tanah bersifat tetap.
Ø kegiatan pertanian ditandai dengan hasil (return to scale) yang tetap dengan buruh sebagai faktor variable.
Ø produktivitas marginal buruh nol.
Ø output sektor industri merupakan fungsi dari modal dan buruh saja.
Ø pertumbuhan penduduk sebagai fenomena eksogen.
Ø upah nyata di sektor pertanian dianggap tetap dan sama dengan tingkat pendapatan
nyata sektor pertanian.
Ø pekerja di masing-masing sektor hanya mengkonsumsikan produk-produk pertanian.

Berdasar asumsi tersebut, telaah pembangunan ekonomi surplus-buruh menjadi 3 tahap:
· Para penganggur tersamar, dialihkan dari pertanian ke industri dengan upah institusional yang sama.
· Pekerja pertanian menambah keluaran pertanian tetapi memproduksi lebih kecil daripada upah institusional yang mereka peroleh.
· Buruh pertanian menghasilkan lebih besar daripada perolehan upah institusion.
Apabila jumlah tenaga kerja disektor pertanian masih berlebih—yang diartiikan oleh Ranis-Fei sebagai suatu keadaan dimana produk marjinal penganggur terselubung adalah nol – tingkat upah disektor industri besarnya tidak berubah. Jika kelebihan tenaga kerja sudah tidak terdapat lagi pengambilan tenaga kerja baru oleh sektor industri hanya dapat diperoleh dengan menaikkan tingkat upah pekerja disektor tersebut. Sebab dari berlakunya kenaikan upah ini, yaitu pada waktu kelebihan tenaga kerja sudah tidak terdapat lagi, hanya dapat dijelaskan setelah dilakukan analisis tentang perubahan yang berlaku disektor pertanian sebagai akibat dari pengaliran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri.
Seperti teori Lewis, dalam teori Ranis-Fei tingkat upah disektor pertanian lebih tinggi dari nol, walaupun sudah terdapat kelebihan tenaga kerja. Hal ini menyebabkan sebagaian tenaga kerja tidak akan menciptakan produksi tambahan. Produk marjinal pekerja-pekerja ini adalah nol. Besarnya tingkat upah yang melebihi besarnya produk marjinal ini bertentangan dengna teori ahli-ahli ekonomi klasik mengenai penentuan tingkat upah. Dalam teori Ranis-Fei, walaupun jumlah tenaga kerja berlebih sehingga sebagaian produk marjinal pekerja adalah nol tingkat upah disektor pertanian mempunyai nilai yang positif. Tingkat upah ini dinamakan tingkat upah institutional.
Ranis-Fei membedakan proses pembangunan ekonomi dalam tiga tahap. Tahap pertama merupakan tahap dimana tenaga kerja jumlahnya masih berlebih dan keadaan ini mengakibatkan produk marjinal disektor pertanian adalah sebesar nol. Tahap kedua merupakan tahap dimana kelebihan tenaga kerja tidak terdapat lagi akan tetapi masih terdapat pengangguran terselubung. Tahap ketiga merupakan tahap dimana produk marjinal disektor pertanian besarnya telah melebihi tingkat upah institutional dan mengakibatkan tenaga kerja yang berada disektor pertanian akan menerima upah yang lebih tinggi dari tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap pertama dan tahap kedua para pekerja disektor pertanian menerima upah sebesar upah institutional, akan tetapi pada tahap ketiga tidak lagi demikian. Tingkat upah yang baru adalah sama dengan tambahan produksi yang diciptakan oleh seorang pekerja tambahan yang terakhir disektor pertanian, berarti sama dengan produk marjinal tenaga kerja disektor itu.
Apabila sebagian tenga kerja disektor pertanian digunakan oleh sektor industri, maka dengan sendirinya tenaga kerja disektor pertanian akan berkurang. Akan tetapi pada permulaannya, hal demikian tidak akan mengurangi produksi sektor pertanian. Oleh sebab itu, apabila pembanguan ekonomi terjadi, akan terdapat kelebihan produksi pertanian jika dibandingkan dengan konsumsi atas hasil pertanian yang dilakukan oleh penduduk disektor pertanian. Namun pada akhirnya produksi sektor pertanian akan mulai berkurang, penurunan ini disebabkan karena produk marjinal telah melebihi besarnya upah institutional. Oleh karena itu upah pekerja disektor pertanian telah mencapai tingkat yang lebih tinggi daripada upah institutional. Ini berarti lebih banyak lagi proporsi dari hasil pertanian yang akan digunakan dalam sektor pertanian itu sendiri dan mengurangi kelebihan disektor industri. Sebagai akibatnya apabila seorang pekerja dari sektor pertanian pindah kesektor industri maka produksi petanian akan menjadi lebih kecil.
Setelah menunjukan keadaan yang terjadi disektor pertanian Ranis-Fei kembali menjelaskan tentang perubahan yang berlaku disektor industri. Sebagai akibat dari menurunnya produksi sektor pertanian surplus hasil pertanian yang dapat digunakan oleh sektor industri, jumlah pertambahannya akan menurun dibandingkan sebelumnnya. Keadaan ini menunjukan bahwa sektor industri tidak lagi dengan mudah memperoleh bahan makanan dan berarti harga hasil sektor pertanian relative lebih mahal dibandingkan harga hasil sektor industri. Bila proses pembangunan ini telah tercapai sektor industri akan memperoleh tenaga kerja tambahan hanya bila mereka dibayar lebih tinggi dari sebelumnya.
2.5.1 KRITIK TERHADAP TEORI LEWIS DAN RANIS-FEI
Sejak tahun 1950-an muncul segolongan ahli ekonomi yang meragukan pendapat Lewis dan Ranis-Fei. Mereka pada hakikatnya berpendapat bahwa tidak benar di beberapa negara berkembang yang padat penduduknya terdapat tenaga kerja yang memiliki produktivitas sebesar nol dalam jumlah yang besar, sehingga memungkinkan pemindahan mereka ke sektor industri dan sektor modern lainnya tana mengalami kemunduran produksi di sektor pertanian.
Schulz misalnya, pada tahun 1956 telah mengatakan bahwa India--sebagai suatu negara yang sangat padat penduduknya--tidak menghadapi masalah kelebihan tenaga kerja. Kesimpulan ini diambilnya setelah membuat pengamatan dan penelitian terhadap pengaruh menurunnya penduduk di sektor pertanian di India sebagai akibat wabah penyakit pada tahun 1918—1919, yaitu sebanyak 9 persen, terhadap luas tanah yang ditanami. Menurut pengamatan Schultz pada tahun 1916—1920 luas areal tanah yang ditanami menurun sebesar 4 juta hektar atau 3,8 persen lebih rendah daripada luas areal tanah yang ditanami paa tahun 1916—1917. Menurut Schulz, hal ini membuktikan akan ketidakbenaran pandangan yang menyatakan bahwa sebagian tenaga kerja produktivitas marjinalnya adalah nol dan oleh sebab itu dapat dipindahkan dari sektor pertanian tanpa mengurangi produksi di sektor itu.
Pepelasis dan Yotopoulos alam penelitian mereka mengenai kesemaptan kerja dalam sektor pertanian di Yunani antara tahun 1953 sampai 1960 mengambil kesimpulan bahwa kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian tidak ada sama sekali. Hanya pada tahun 1953 dan tahun 1954 pengangguran dalam sektor pertanian dialami oleh negara itu. Pada tahun-tahun lainnya kekurangan tenaga kerja musiman selalu ada. Hasil penyelidikan Yong Sam Cho mengenai pengagguran dan sektor pertanian di Korea Selatan merupakan satu contoh lain dari kritik terhadap pendapat bahwa di negara berkembang adakalanya terdapat kelebihan tenaga kerja yang cukup besar. Berdasarkan pada pengamatan atas keadaan kesempatan kerja dalam sektor pertanian di Korea, Cho berkesimpulan bahwa masalah pengangguran terselubung yang serius tidak terdapat dalam sektor pertanian di negara itu, yang ada hanyalah pengangguran musiman.
Solow-Swan, memberikan kritik terhadap teori Lewis yaitu percepatan pertumbuhan bisa terjadi karena meningkatnya tabungan/investasi, Teori Lewis hanya berlaku untuk jangka pendek, Pertumbuhan jangkapanjang akan kembali ke tingkat yang sebelumnya.

Kritik umum terhadap teori Lewis:
· Teori Lewis bersifat pro-kapital; anti terhadap distribusi pendapatan bagi buruh; mengakibatkan meningkatnya ketimpangan karena mementingkan pertumbuhan.
· Tidak mengakui pengaruh faktor-faktor kelembagaan dalam penentuan upah, misalnya kebijakan upah minimum, serikat pekerja, dan praktik tawar-menawar kolektif.
· Asumsi mengenai sebuah Strata Kapitalis sebagai sumber investasi dan pertumbuhan tidak memiliki dasar kuat.
Teori Lewis dan Ranis-Fei dikritik pula karena kurang mencerminkan gambaran yang sebenarnya mengenai corak urbanisasi di negara berkembang pada masa ini. Kedua teori tersebut pada hakikatnya menunjukkan bahwa perpindahan penduduk dari sektor pertanian ke sektor modern baru terjadi apabila terbuka kesempatan kerja di sektor modern, terutama sektor industri. Apabila hal tersebut tidak terjadi tenaga kerja akan tetap berada di sektor pertanian. Proses perpindahan tenaga kerja yang berlangsung semenjak PD II keadaannya sangat berlainan. Arus perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke kota adalah sangat cepat, sehingga menimbulkan pengangguran yang bertambah besar di daerah urban. Dalam persoalan perpindahan penduduk dari sektor pertanian ke sektor-sektor lain, pada waktu ini teori Todaro dipandang lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Menurut Todaro, lajunya urbanisasi dalam suatu waktu tertentu ditentukan oleh dua faktor: perbedaan tingkat upah riil antara daerah urban dengan daerah pertanian, dan kemungkinan memperoleh pekerjaan lain di daerah urban. Menurut Todaro salah satu factor penting yang menyebabkan arus urbanisasi begitu tinggi di negara berkembang akhir-akhir ini, walaupun pengangguran di daerah urban telah cukup besar, adalah jurang besar antara upah riil di daerah pertanian dengan upah riil di daerah urban. Maka dari sudut ini teori Todaro dapat dipandang sebagai mengkritik satu aspek lain dari teori Lewis dan Ranis-Fei, yaitu terhadap anggapan dalam teori mereka bahwa tingkat upah riil di sektor pertanian dan sektor industri, dan jurang tingkat upah diantara kedua sektor itu akan tetap sama besarnya selama masih terdapat kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian.



































BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Friedrich List meneliti tahap-tahap pertumbuhan ekonomi dari segi perkembangan teknik produksi atau perilaku masyarakat dalam berproduksi. Tahap-tahap tersebut adalah
1.      Mengembara
2.      Beternak
3.      Pertanian
4.      Pertanian dan industri rumah tangga (manufaktur)
5.      Pertanian, industri manufaktur dan perdagangan
Bruno Hildebrand mengkritik Friedrich List dan berdasarkan pengalaman Inggris dia mengatakan bahwa perkembangan masyarakat atau ekonomi bukan karena sifat-sifat produksi atau konsumsi, tetapi karena perubahan-perubahan dalam metoda distribusi yang digunakan.Dia menganalisis proses pertumbuhan ekonomi dari segi evolusi alat-alat tukar, yaitu:
1.      Perekonomian barter
2.      Perekonomian uang, dan
3.      Kredit
Rostow yang beradal dari TexasUniversity mengajukan lima tahap pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1.      Masyarakat Tradisional
2.      Prakondisi untuk Take-off
3.      Periode Take-off
4.      Dorongan menuju kematangan (Drive to Maturity)
5.      Konsumsi tinggi dan besar-besaran (High-mass consumption)
Analisis Lewis mengenai proses pembangunan perekonomian yang menghadapi kelebihan tenaga kerja dalam tiga aspek:
1. Analisis mengenai proses corak proses pertumbuhan itu sendiri.
2. Analisis mengenai factor utama yang memungkinkan tingkat penanaman modal menjadi bertambah tinggi.
3. Analisis mengenai factor-faktor yang menyebabkan proses pembangunan tidak terjadi.

Menurut Ranis-Fei pembangunan ekonomi surplus-buruh menjadi 3 tahap:
· Para penganggur tersamar, dialihkan dari pertanian ke industri dengan upah institusional yang sama.
· Pekerja pertanian menambah keluaran pertanian tetapi memproduksi lebih kecil daripada upah institusional yang mereka peroleh.
· Buruh pertanian menghasilkan lebih besar daripada perolehan upah institusion.


3.2.Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu ditambah dan diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan inspirasi dari para pembaca dalam hal membantu menyempurkan makalah ini. Untuk terakhir kalinya penulis berharap agar dengan hadirnya makalah ini akan memberikan sebuah perubahan khususnya dunia pendidikan.





















DAFTAR PUSTAKA


 
 Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Edisi Revisi). Jakarta: PT Grafindo Persada,
2009. h.128-129.
Bisnis Nasional dan Internasional.Ghalia Indonesia.Jakarta. hh. 130-131.
Lihat Adrimas (1990) Ekonomi Pembangunan. PAU- Studi Ekonomi UGM. Yogyakarta.
Prayitno, Hadi dan Budi Santoso. 1996. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Ghalia Indonesia
Sukirno, Sadono. 2007. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga 1. Cet. Kesembilan. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

1 komentar:

  1. Mau internetan tapi menghasilkan uang? silahkan gabung ke https://join-adf.ly/21147763

    BalasHapus